@rayhannurrizqy (on twitter)

silahkan pilih di "MATA PELAJARAN"

anda bisa memilih materi/mata pelajaran yang anda inginkan disini

Pages

Selasa, 17 Maret 2015

SEJARAH KERAJAAN TIDORE

KERAJAAN BANTEN


Sejarah Kerajaan Banten –
Kerajaan Banten didirikan oleh Fatahillah (1527). Semula, Banten merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Hindu Pajajaran. Kemudian, Banten direbut dan diperintah oleh Fatahillah dari Demak. Pada tahun 1552, Fatahillah menyerahkan Banten kepada putranya, Hasanuddin. 

Fatahillah sendiri pergi ke Cirebon dan berdakwah di sana sampai wafat (1570). Ia dimakamkan di desa Gunung Jati. Oleh karena itu, ia disebut Sunan Gunung Jati. Di bawah pemerintahan Hasanuddin (1552 – 1570), Banten mengalami kemajuan di bidang perdagangan dan wilayah kekuasaannya meluas sampai ke Lampung dan Sumatra Selatan. Setelah wafat, Hasanuddin digantikan oleh putranya, Panembahan Yusuf (1570 –1580). Pada masa pemerintahannya, Pajajaran berhasil ditaklukkan (1579).

Masjid Raya Banten
Panembahan Yusuf wafat pada tahun 1580 dan digantikan putranya, Maulana Muhammad (1580 – 1597). Pada masa pemerintahannya, datanglah Belanda. Ia menyambut kedatangan Belanda dan oleh Belanda ia diberi gelar Ratu Banten. Sepeninggal Ratu Banten, pemerintahan dipegang oleh Abdulmufakir yang masih kanak-kanak (1597 – 1640). Ia didampingi oleh walinya, Pangeran Ranamenggala. Pada tahun 1640, Abdulmufakir diganti oleh Abu Mali Ahmad (1640 – 1651).

Pemerintahan selanjutnya dipegang oleh Abdul Fatah yang bergelar Sultan Ageng Tirtayasa (1651 – 1682). Pada masa pemerintahannya, Banten mencapai kejayaan. Sultan Ageng mengadakan pembangunan, seperti jalan, pelabuhan, pasar, masjid yang pada dasarnya untuk meningkatkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat Banten. Namun sejak VOC turut campur tangan dalam pemerintahan Banten, kehidupan sosial masyarakatnya mengalami kemerosotan.

Usaha-usaha yang dilakukan Sultan Ageng terhadap Kerajaan Banten:

1. memajukan perdagangan Banten dengan meluaskan daerah kekuasaan,
2. menjadikan Banten sebagai bandar internasional,
3. memodernisasi bangunan istana dengan arsitektur Lukas Cardeel,
4. memajukan Islam,
5. menentang monopoli VOC dan mengusir VOC dari Banten., dan
6. membangun armada laut.

Keadaan semakin memburuk ketika terjadi pertentangan antara Sultan Ageng dan Sultan Haji, putranya dari selir. Pertentangan ini berawal ketika Sultan Ageng mengangkat Pangeran Purbaya (putra kedua) sebagai putra mahkota. Pengangkatan ini membuat iri Sultan Haji. Berbeda dengan ayahnya, Sultan Haji memihak VOC. Bahkan, dia meminta bantuan VOC untuk menyingkirkan Sultan Ageng dan Pangeran Purbaya. 

Sebagai imbalannya, VOC meminta Sultan Haji untuk menandatangani perjanjian pada tahun 1682 yang isinya, antara lain, Belanda mengakui Sultan Haji sebagai sultan di Banten; Banten harus melepaskan tuntutannya atas Cirebon, Banten tidak boleh berdagang lagi di daerah Maluku, hanya Belanda yang boleh mengekspor lada dan memasukkan kain ke wilayah kekuasaan Banten; Cisadane merupakan batas antara Banten dan Belanda. Perjanjian tersebut mengakibatkan Banten berada pada posisi yang sulit karena ia kehilangan peranannya sebagai pelabuhan bebas sejak adanya monopoli dari Belanda.

Pada tahun 1683, Sultan Ageng tertangkap oleh VOC sedangkan Pangeran Purbaya dapat meloloskan diri. Setelah menjadi tawanan Belanda selama delapan tahun, Sultan Ageng wafat (1692). Adapun Pangeran Purbaya tertangkap oleh Untung Suropati, utusan Belanda, dan wafat pada tahun 1689.

Kesultanan Banten merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di Provinsi Banten, Indonesia. Berawal sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukan beberapa kawasan pelabuhan kemudian menjadikannya sebagai pangkalan militer serta kawasan perdagangan.
Maulana Hasanuddin, putera Sunan Gunung Jati berperan dalam penaklukan tersebut. Setelah penaklukan tersebut, Maulana Hasanuddin mendirikan benteng pertahanan yang dinamakan Surosowan, yang kemudian hari menjadi pusat pemerintahan setelah Banten menjadi kesultanan yang berdiri sendiri.
Selama hampir 3 abad Kesultanan Banten mampu bertahan bahkan mencapai kejayaan yang luar biasa, yang diwaktu bersamaan penjajah dari Eropa telah berdatangan dan menanamkan pengaruhnya. Perang saudara, dan persaingan dengan kekuatan global memperebutkan sumber daya maupun perdagangan, serta ketergantungan akan persenjataan telah melemahkan hegemoni Kesultanan Banten atas wilayahnya. Kekuatan politik Kesultanan Banten akhir runtuh pada tahun 1813 setelah sebelumnya Istana Surosowan sebagai simbol kekuasaan di Kota Intan dihancurkan, dan pada masa-masa akhir pemerintanannya, para Sultan Banten tidak lebih dari raja bawahan dari pemerintahan kolonial di Hindia Belanda.
1. Persebaran Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia KerajaanBanten
2. I. Latar Belakang Kerajaan Banten Lokasi awal dari Banten tidak berada di pesisir pantai melainkan di sekitar 10 KM masuk ke daratan di tepi sungai cibanten di bagian selatan dari kota serang sekarang ini. Kerajaan Banten terletak di daerah Jawa Barat bagian utara. Kerajaan Banten menjadi Penguasa jalur pelayaran dan perdagangan yang melalui selat sunda.Dengan posisi yang strategis ini kerajaan banten menjadikerajaan yang besar di Jawa Barat dan menjadi saingan VOC (Belanda) yang berkedudukan di Batavia.
3. 1.Sistem Politika. Raja Hasanuddin (1522-1570 M) putra dari Fatahillah 1).Meletakkan dasar-dasar pemerintahan kerajaan banten dan merupakan kerajaan yang pertama 2).Menikah dengan putri raja indraputra 3).Banyak di kunjungi saudagar-saudagar darigujarat,persia,cina,turki,pegu (burma selatan) dan kaling .
4. b.Panembahan Yusuf (Putra dari Hasanuddin) 1).Merebut pakuan tahun 1579 M di mana dalampertempuran ini raja pakuan yang benama Prabu Sedah Tewas 2).Menguasai Kerajaan Pajajaran c. Sultan Maulana Muhammad 1).Menjadi raja banten pada usia 9 tahun dengan gelarKanjeng Ratu Banten 2).Menghubungi menjalankan aktivitas pemerintahan kewajiban sampai rajanya siap untuk memerintah 3).Tahun 1596 menyerang palembang taapi tidak berhasil dan dia wafat pada pertempuran terebut
5. d.Abdul Mufakir1).Di bantu wali kerajaan yang bernama Ranamanggala2).Ia sangat berpengaruh oleh pengasuh pangeran yaitu Nyai Emban Rangkung 3).Orang belanda datang ke indonesia membawa pemimpin cornelisde houtman, tujuan mereka adalah membeli rempah-rempah. e.Sultan Ageng Tirtayasa 1)Kerajaan mencapai masa kejayaan 2).Tahun 1671 mengangkat putra mahkota menjadi pembantu raja dengan gelar Sultan Abdul Kahar
6. 2.Sistem Ekonomi Banten berhasil di rebut dan di islamkan oleh fatahillah dan berkembang sebagai bandar perdagangan danpusat penyebaran islam. Faktor-faktor yang mendukung antara lain sebagai berikut : a).Banten terletak di teluk banten dan pelabuhannya memiliki syarat sebagai pelabuhan yang baik. b).Kedudukan banten yang sangat strategis di teluk di tepi selat sunda, karena aktivitas pelayaran danperdagangan dari pedagang islam semakin ramai sebab protugis berkuasa di malaka. c).Banten memiliki bahan ekspor penting yaitu lada menjadikan daya tarik yang kuat bagi pedagang- pedagang asing. d).Jatuhnya malaka ketangan portugis di dorong pedagang-pedagang cari jalan baru di Jawa Barat.
7. 3.Sistem BudayaSistem budaya banten dikenal dengan nama suku badui kepercayaannya disebut “Pasundan Kawitan” artinya pasundan yang pertama. Budaya banten banyak di temukan dalam bidang seni bangunan, yaitu senibangunan masjid agung banten. Mesjid itu dibangun olehJan Lucas Cardeel (orang belanda yang menganut islam serta bangunan-bangunan gapura di kaibon banten).
8. 4.Sistem Sosial Sejak daerah banten di islamkan oleh Fatahillah kehidupan sosial masyarakat banten secara perlahan mulai melandaskan kepada ajaran-ajaran atau hukum- hukum islam yang berlaku dalam ajaran islam bahkan pengaruh islam semakin berkembang ke daerahpedalaman setelah kerajaan banten dapat mengalahkan kerajaan hindu pajajaran. Kehidupan sosial kerajaan banten di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa dengan pusat,karena ia sangat memperhatikan pusat kehidupan rakyat dan berusaha untuk memajukan kesejahteraan rakyat. Setelah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, kehidupan sosial kerajaan banten semakin bertambah merosot.
9. II.Peninggalan Kerajaan BantenPeninggalan kesultanan banten antara lain: 1.Vihara Avalokitesvara 2.Kampung Pamanican 3.Desa Banten 4.Pipa Tembakau 5. Pusat bermacam jenis senjata tajam
10. III.Keruntuhan Kerajaan BantenTerjadinya perang saudara antara sultan ageng tirtayasadengan sultan haji karena sultan haji menjalin hubungan akrab dengan belanda. Kemenangan Sultan Haji merupakan kehancuran kerajaan banten karena berada di bawah pengawasan pihak belanda, sultan Haji hanya sebagai lambang belaka (Raja Boneka)
KERAJAAN MATARAM  ISLAM

Description: http://sibarasok.blogspot.com/2013/10/sejarah-kerajaan-mataram-islam.html
Sejarah Kerajaan Mataram Islam- Sutawijaya menjabat sebagai raja pertama di Mataram (1589-1601) dengan gelar Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama. Pada masa pemerintahannya, banyak terjadi perlawanan dari para bupati yang semula tunduk pada Mataram, misalnya Demak dan Pajang. 

Perlawanan juga datang dari daerah Surabaya, Madiun, Gresik, dan Ponorogo. Terjadinya perlawanan-perlawanan ini dikarenakan Senopati mengangkat dirinya sendiri sebagai sultan di Mataram. Padahal pengangakatan dan pengesahan sebagai sultan di Jawa biasanya dilakukan oleh wali. Selama berkuasa, hampir seluruh wilayah Pulau Jawa dapat dikuasainya. Akan tetapi, ia tidak berhasil mendapatkan pengakuan dari raja-raja Jawa lain sebagai raja yang sejajar dengan mereka.


Sepeninggal Panembahan Senopati, penggantinya adalah putranya, Raden Mas Jolang (1601-1613). Pada masa pemerintahannya ia melanjutkan usaha ayahnya meluaskan wilayah kekuasaan Mataram. Akan tetapi, ia tidak sekuat ayahnya sehingga tidak mampu memperluas wilayahnya dan wafat di daerah Krapyak. Oleh karena itu, ia diberi gelar Panembahan Seda Krapyak.

Pengganti Mas Jolang adalah putranya Mas Rangsang atau Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1645). Ia bergelar Sultan Agung Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama. Pada masa pemerintahannya, Mataram mencapai puncak kejayaan. Sultan Agung berusaha menyatukan Pulau Jawa. Mataram berhasil menundukkan Tuban dan Pasuruan (1619), Surabaya (1625), dan Blambangan (1639). Hasil ekspansi ini membuat wilayah Mataram semakin luas.

Hal-hal penting yang dicapai oleh Sultan Agung sebagai berikut.

1. Mempersatukan tanah Jawa dan Madura (kecuali Batavia dan Banten), Palembang, Jambi, dan Banjarmasin.

2. Mempertahankan Mataram sebagai negara agraris. Mataram maju dengan perdagangan berasnya.

3. Mengadakan ekspansi secara besar-besaran sehingga mampu menguasai daerah-daerah sepanjang pantai utara Jawa dan mampu menyerang VOC di Batavia dua kali (1628 dan 1629), tetapi gagal. Kegagalan ini disebabkan oleh perbekalan sangat kurang, gudang beras di Karawang dibakar oleh VOC, jarak antara Batavia dan Mataram sangat jauh sehingga menyebabkan prajurit kelelahan, Batavia dipagari tembok-tembok yang tinggi dan dilengkapi persenjataan yang modern, adanya wabah penyakit dan Banten tidak mengusir penjajah.

4. Mengubah perhitungan tahun Jawa dari Hindu (Saka) ke Islam (Hijrah). Perhitungan tahun Jawa Hindu berdasarkan peredaran matahari sedangkan tahun Jawa Islam berdasarkan peredaran bulan. Tahun 1638 bertepatan dengan tahun 1555 Saka.

5. Menulis kitab Sastra Gending yang merupakan kitab filsafat, kitab Niti Sruti, kitab Niti Sastra Asthabrata yang berisi ajaran tabiat baik yang bersumber pada kitab Ramayana.

6. Mengadakan upacara Gerebeg Maulud dan Gerebeg Syawal.

Setelah Sultan Agung wafat, tidak ada raja pengganti yang memiliki kecakapan seperti Sultan Agung, bahkan ada raja yang menjalin kerja sama dengan VOC. Akibatnya, banyak terjadi pemberontakan, misalnya pemberontakan Adipati Anom yang dibantu Kraeng Galesung dan Monte Merano, pemberontakan Raden Kadjoran, serta pemberontakan Trunojoyo. Dalam menghadapi pemberontakan-pemberontakan tersebut, raja-raja Mataram, misalnya Amangkurat I dan II, meminta bantuan VOC. Hal inilah yang menyebabkan raja-raja Mataram semakin kehilangan kedaulatan.

Trunojoyo adalah putra raja Madura, cucu Cakraningrat I. Ia mengadakan perlawanan terhadap Amangkurat I dan II karena kedua raja itu bekerja sama dengan VOC. Selain itu, ayahnya dibunuh oleh Amangkurat I dan sepeninggal ayahnya, bukan dia yang menjadi penggantinya, melainkan pamannya, Cakraningrat II. Merasa tidak puas, ia kemudian mengembara dan bertemu Adipati Anom (kelak Amangkurat II), Kraeng Galesung, dan Pangeran Giri (keturunan Sunan Giri). Dengan bantuan mereka, ia mengadakan pemberontakan terhadap Amangkurat I. Setelah berhasil menguasai Madura, ia menyerang Mataram. Pemberontakan Trunojoyo dapat dipadamkan oleh Amangkurat II (yang semula menjadi sekutunya) dengan bantuan VOC.

Setelah wafat pada tahun 1703, Amangkurat II digantikan oleh putranya, yaitu Sunan Mas (Amangkurat III). Pengangkatan Amangkurat III ditentang oleh Pangeran Puger, adik Amangkurat II atau paman Amangkurat III. Akibatnya, terjadilah Perang Mahkota I (1704-1708) yang dimenangkan oleh Pangeran Puger yang dibantu oleh VOC. Setelah naik takhta, Pangeran Puger bergelar Paku Buwono I (1708-1719). Adapun Sunan Mas/ Amangkurat III melarikan diri ke daerah pedalaman Malang.

Pada waktu Paku Bowono I wafat (1719), takhta kerajaan diganti oleh putra mahkota, Sunan Prabu Mangkunegara yang bergelar Amangkurat IV (1719 – 1727). Pada masanya, berkobar Perang Mahkota II (1719 – 1723). Selain Pangeran Diponegoro (nama yang kebetulan sama dengan Pangeran Diponegoro yang melawan Belanda pada abad ke-19) dan Pangeran Dipasanta, keduanya putra Paku Buwono I dari selir, memberontak pula Pangeran Purboyo, Pangeran Blitar, dan Arya Mataram. Pada tahun 1723, pemberontakan-pemberontakan tersebut dapat dipadamkan berkat bantuan VOC.

Description: http://sibarasok.blogspot.com/2013/10/sejarah-kerajaan-mataram-islam.html
Raja-Raja Mataram Islam
Setelah Amangkurat IV, takhta selanjutnya dipegang oleh Paku Buwono II. Masa pemerintahannya (1727 – 1749) merupakan babak terakhir sejarah Kerajaan Mataram. Pada masanya, terjadi Perang Mahkota III (1947 – 1755). Raden Mas Said, putra Mangkunegara yang bersekutu dengan Pangeran Mangkubumi, mengadakan pemberontakan terhadap Paku Buwono II. Seperti halnya Perang Mahkota I dan II. Perang Mahkota III ini pun melibatkan campur tangan VOC. Bahkan, sebelum Paku Buwono II wafat (1749), kekuasaan Mataram telah diserahkan kepada VOC.

Pengganti Paku Buwono II adalah putranya, Adipati Anom yang bergelar Paku Buwono III (1749 – 1788). Pada masa pemerintahannya (1755) diadakan Perjanjian Giyanti antara Paku Buwono III dan Pangeran Mangkubumi untuk mengakhiri perebutan kekuasaan. Hasilnya, wilayah Mataram dibagi menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta dengan Paku Buwono III sebagai rajanya dan Kesultanan Yogyakarta dengan Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Hamengku Buwono I sebagai rajanya.

Perkembangan selanjutnya, Raden Mas Said dan Paku Buwono III menandatangani Perjanjian Salatiga (1757). Isinya, Raden Mas Said mendapatkan sebagian daerah Kasunanan Surakarta yang kemudian dikenal dengan nama Mangkunegaran. Dengan demikian, wilayah Mataram terbagi menjadi tiga, yaitu Kesultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, dan Mangkunegaran.
Birokrasi Pemerintahan Mataram
Di dalam struktur pemerintahan, raja memegang kekuasaan tertinggi, kemudian diikuti oleh sejumlah pejabat yang diserahi tugas-tugas tertentu. Jabatan-jabatan di bawah raja ada hubungannya dengan pembagian wilayah. Wilayah kekuasaan Mataram dibagi menjadi beberapa kesatuan wilayah dengan keraton sebagai pusatnya.

1. Wilayah Kutanegara atau Kutagara, yaitu wilayah ibu kota kerajaan yang meliputi istana raja.

2. Wilayah Negara Agung, yaitu wilayah yang mengitari Kutanegara.

3. Wilayah Mancanegara, yaitu wilayah yang berada di luar Negara Agung tetapi tidak termasuk wilayah pantai. Wilayah ini dibagi menjadi dua, yaitu Mancanegara Wetan yang meliputi Jawa Timur sekarang dan Mancanegara Kilen yang meliputi Jawa Tengah sekarang.

4. Wilayah Pesisiran, yaitu wilayah yang terletak di daerah pantai utara Jawa. Wilayah ini dibagi dua, yaitu Pesisiran Wetan dan Pesisiran Kilen yang dibatasi oleh Sungai Serang yang mengalir di antara Demak dan Jepara.

Adapun jabatan pemerintahan di bawah raja dibagi menjadi dua jabatan pokok.

1. Jabatan di dalam istana, dipegang oleh empat wedana lebet (wedana dalam) yaitu wedana gedong kiwa dan wedana gedong tengen yang bertugas mengurus keuangan dan perbendaharaan istana, serta wedana keparak kiwa dan wedana keparak tengen yang bertugas mengurus keprajuritan dan pengadilan. Keempat wedana dalam ini dikoordinasi oleh patih dalam (patih lebet). Untuk urusan pemerintahan di Kutanegara, raja mengangkat dua orang tumenggung. Baik wedana dalam maupun tumenggung, keduanya termasuk anggota Dewan Tertinggi Kerajaan.

2. Jabatan di luar istana ada tiga, yaitu jabatan di wilayah Negara Agung, jabatan di wilayah Mancanegara, dan jabatan di wilayah Pesisiran. Wilayah Negara Agung terbagi menjadi delapan yang masing-masing dikepalai oleh wedana jawi (wedana luar). Kedelapan wedana luar ini dikoordinasi oleh patih luar (patih jawi). Wilayah Mancanegara, baik wetan maupun kilen, masing-masing dikepalai oleh wedana bupati, sama seperti di wilayah Mancanegara. Selain bergelar tumenggung atau adipati, wedana bupati di wilayah Pesisiran juga bergelar Kiai Demang atau Kiai Ngabehi.

Di bidang pengadilan, terdapat jabatan jeksa yang berhak mengemukakan bukti dan mengajukan tuntutan. Adapun yang berhak mengadili adalah raja. Sementara itu, pejabat-pejabat seperti wedana dan bupati tidak mendapat gaji, tetapi mereka mendapat hak tanah gaduhan sebagai tanah lungguh. Untuk menciptakan ketertiban di seluruh kerajaan diciptakan peraturan-peraturan yang dinamakan angger-angger. Angger-angger ini harus ditaati oleh seluruh penduduk.



KERAJAAN MAKASSAR


Sejarah Kerajaan Gowa-Tallo (Makassar) - Pada awalnya, Kerajaan Gowa-Tallo yang lebih dikenal sebagai Kerajaan Makassar terdiri dari beberapa kerajaan yang bercorak Hindu, antara lain, Gowa, Tallo, Wajo, Bone, Soppeng, dan Luwu. Dengan adanya dakwah dari Dato'ri Bandang dan Dato' Sulaiman, Sultan Alauddin (Raja Gowa) masuk Islam. Setelah raja memeluk Islam, rakyat pun segera ikut memeluk Islam.

Kerajaan Gowa dan Tallo kemudian menjadi satu dan lebih dikenal dengan nama Kerajaan Makassar dengan pemerintahannya yang terkenal adalah Sultan Hasanuddin (1653-1669). Ia berhasil memperluas pengaruh Kerajaan Makassar sampai ke Matos, Bulukamba, Mondar, Sulawesi Utara, Luwu, Butan, Selayar, Sumbawa, dan Lombok. 
Description: http://sibarasok.blogspot.com/2013/10/sejarah-kerajaan-gowa-tallo-makassar.html

Hasanuddin juga berhasil mengembangkan pelabuhannya dan menjadi bandar transito di Indonesia bagian timur pada waktu itu. Hasanuddin mendapat julukan Ayam Jantan dari Timur. Karena keberaniannya dan semangat perjuangannya, Makassar menjadi kerajaan besar dan berpengaruh terhadap kerajaan di sekitarnya.

Faktor-faktor penyebab Kerajaan Makassar menjadi besar:
1. letaknya strategis, baik sekali untuk pelabuhan;
2. jatuhnya Malaka ke tangan Portugis yang menyebabkan pedagang Islam pindah ke Makassar.

Perkembangan Makassar menyebabkan VOC merasa tersaingi. Makassar tidak tunduk kepada VOC, bahkan Makassar membantu rakyat Maluku melawan VOC. Kondisi ini mendorong VOC untuk berkuasa di Makassar dengan menjalin kerja sama dengan Makassar, tetapi ditolak oleh Hasanuddin. Oleh karena itu, VOC menyerang Makassar dengan membantu Aru Palaka yang telah bermusuhan dengan Makassar. Akibatnya, benteng Borombong dan ibu kota Sombaopu jatuh ke tangan musuh, Hasanuddin ditangkap dan dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya (1667).

Isi Perjanjian Bongaya

1. VOC memperoleh hak monopoli di Makassar.
2. VOC diizinkan mendirikan benteng di Makassar.
3. Makassar harus melepaskan jajahan seperti Bone.
4. Semua bangsa asing diusir dari Makassar, kecuali VOC.
5. Kerajaan Makassar diperkecil hanya tinggal Gowa saja.
6. Makassar membayar semua utang perang.
7. Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone.

Akibat kekalahannya, peranan Makassar sebagai penguasa pelayaran dan perdagangan berakhir. Sebaliknya, VOC memperoleh tempat yang strategis di Indonesia bagian timur. Rakyat Makassar yang tidak mau menerima Perjanjian Bongaya, seperti Kraeng Galesung dan Monte Merano, melarikan diri ke Mataram. Selanjutnya, untuk memperlemah Makassar, benteng Sombaopu dihancurkan oleh Speelman dan benteng Ujung Pandang dikuasai VOC diganti nama menjadi benteng Ford Roterdam.

Dalam bidang kebudayaan, Makassar sebagai kerajaan yang bersifat maritim sedikit meninggalkan hasil-hasil budaya. Peninggalan budaya Makassar yang menonjol adalah perahu pinisi, lambo, dan bercadik. Dalam bidang sastra, diperkirakan sudah lahir beberapa karya sastra. Hanya saja, karya-karya tersebut tidak sampai ke kita. Tetapi pada saat itu sudah ada sebuah buku tentang hukum laut dan perniagaan, yaitu Ade' Allopiloping Bicaranna Pabbalu'e dan naskah lontar karya Amanna Gappa.
Birokrasi Pemerintahan Makassar
Di Sulawesi, ditemukan buku kronik, antara lain, Lontara (himpunan cerita yang memuat silsilah raja-raja Gowa, Bone, Wajo, Luwu, dan sebagainya), Sanggala (himpunan cerita yang memuat silsilah raja-raja Toraja), dan I La Galigo (himpunan cerita yang memuat silsilah raja-raja Bugis). Dari sekian banyak kerajaan di Sulawesi Selatan, ada tiga kerajaan besar, yaitu

1. Kerajaan Gowa, rajanya disebut Sombaya ri Gowa (yang disembah di Gowa);
2. Kerajaan Luwu, rajanya disebut Pajunge ri Luwu atau Mapajunge ri Luwu;
3. Kerajaan Bone, rajanya disebut Mangkau'E ri Bone (yang bertakhta di Bone).

Setelah raja-raja Makassar masuk Islam, mereka bergelar sultan. Dalam menjalankan pemerintahannya, raja dibantu oleh suatu dewan yang disebut Kasuwiyang Salapanga (pangabdi sembilan), kemudian diubah menjadi Bate Salapanga (bendera sembilan). Sebagai pembantu raja yang menjalankan undang-undang pemerintahan, majelis diawasi oleh seorang pemimpin yang disebut Paccalaya (hakim).

Setelah raja, jabatan tertinggi di bawahnya adalah Pabbicarabutta yang dibantu oleh Tumailalang Matowa dan Tumailalang Malolo. Tumailalang Matowa bertugas sebagai pegawai tinggi yang menyampaikan perintah raja kepada majelis Bate Salapanga. Adapun Tumailalang Malolo adalah pegawai tinggi urusan istana. Panglima yang memimpin tentara dalam perang disebut Anrong Guru Lompona Tumakjannangang. Mereka bergelar Karaeng atau Gallareng.

Ada lagi jabatan yang disebut Opu Bali Ranten, yaitu bendahara kerajaan. Selain sebagai bendahara, ia juga mengurus masalah perdagangan dan hubungan ke luar. Bidang agama diurus oleh seorang kadhi yang dibantu oleh imam, khatib, dan bilal.
Pada abad ke-17 di Sulawesi Selatan telah muncul beberapa kerajaan kecil, seperti Goa, Tallo, Sopeng, dan Bone. Kerajaan besar ialah Goa dan Tallo. Keduanya lebih dikenal sebagai kerajaan Makassar. Puncak kejayaanya pada masa pemerintahan Sultan Hasanudin (1654-1670)
Pertempuran besar meletus pada 1666 di masa Sultan Hasanuddin. VOC di bawah pimpinan Speelman berkoalisi dengan Kapten Jonker dari Ambon dan Aru Palaka, Raja Bone. Hasanuddin kalah dan terpaksa menandatangani  Perjanjian Bongaya  pada 18 November 1667. Isinya sangat merugikan rakyat Makassar, yakni :
a.      Wilayah Makassar terbatas pada Goa, wilayah Bone dikembalikan kepada Aru Palaka
b.      Kapal Makassar dilarang berlayar tanpa seizin VOC
c.       Makassar tertutup untuk semua bangsa kecuali VOC dengan hak monopolinya
d.      Semua benteng harus dihancurkan, kecuali benteng ujung pandang yang kemudian namanya diganti menjadi benteng Rotterdam.
e.      Makassar harus mengganti kerugian perang sebesar 250 ribu ringgit.
Makassar berkembang sebagai pelabuhan internasional. Banyak pedagang asing seperti Portugis, Inggris, dan Denmark berdagang di Makassar. Karena itu, disusunlah hokum niaga dan perniagaan yang disebut Ade Allopioping Bicarance Pabbalu’e dan sebuah naskah lontar karya Amanna Gappa.






0 komentar

Posting Komentar